Lelang Kantor UOB Buana Medan Ditunda, Pemohon dan Peserta Lelang Kecewa

Medan, (Analisa)
Puluhan pegawai PT Abdi Bakti Rakyat berunjukrasa di depan gedung Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (3/3). Mereka datang bersama peserta lelang, sembari membawa spanduk berisi permintaan
pelaksanaan lelang terhadap dua Kantor United Overseas Bank (UOB) atau UOB Buana berpusat di Singapura, yang terletak di Jalan Palang Merah dan Tomang Elok, Medan.
Namun, proses lelang tersebut kemarin ditunda, pasalnya pihak Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Medan menolak proses pelelangan, disebabkan dalam surat perintah lelang dari PN Medan tidak dipastikan ukuran/luas objek lelang.
Akibat ditundanya proses lelang itu, pemohon yakni PT Abdi Bakti Rakyat (ABR) merasa sangat kecewa, begitu pula peserta lelang. Padahal dari pengakuan peserta lelang yang rata-rata warga keturunan Tionghoa itu, sudah menyetorkan uang jaminan lelang mulai ratusan hingga miliaran rupiah.
"Pastinya kita sangat kecewa, karena diumumkan hari ini (Kamis-red) lelangnya, tapi tidak jadi hanya karena ukuran objek lelang tidak pasti, di surat disebut "sekitar" atau "lebih kurang" sekian," tegas salah seorang peserta lelang yang tak mau disebutkan identitasnya.
Padahal kata mereka, masalah ukuran itu yang diklaim pihak KPKNL tidak bisa dilakukan lelang sebelum mengetahui ukuran pastinya, tidaklah masalah bagi mereka. "Ibarat lelang mobil, terkadang tak ada bannya, begitu pula dalam lelang ini. Jadi sebenarnya tidak masalah bagi kami," sebutnya lagi.
Kalaupun, ujar pria berkacamata ini, proses lelang ditunda karena luasnya disebutkan "sekitar", seharusnya sejak awal pihak KPKNL mengumumkan penundaan proses lelang ini. Dan meminta kepada pihak yang berwenang untuk melakukan pengukuran ulang pada objek lelang.
"Jadi jangan begini caranya, kami sudah sejak pagi menunggu namun nyatanya ditunda, waktu kami jadinya terbuang," ujar pria berpakaian batik ini sembari mengatakan ia telah menyetorkan uang jaminan senilai Rp1,375 miliar ke Bank Sumut.
Sementara, pihak pemohon lelang (PT ABR) didampingi kuasa hukumnya Abdurrahman SH mengatakan, ditundanya proses lelang karena ukuran/luas lahan dalam surat perintah lelang oleh PN Medan disebutkan "lebih kurang", sehingga pihak KPKLN mengklaim tidak bisa melakukan lelang, dipertanyakan pada pihak PN Medan.
Namun, pihak PN Medan melalui Humas, Jhonny Sitohang SH di ruang kerjanya mengatakan, sementara pihaknya akan meneliti kembali surat perintah lelang itu dan meminta kepada pemohon dan peserta lelang agar bersabar.
Putusan MA
Sebagaimana dikatakan Abdurrahman, dalam perkara ini pihak UOB Buana mengabaikan putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) RI No.93 PK/Pdt/2002 tanggal 2003 yang telah berkekuatan hukum tetap.
Dalam putusan PK MA RI itu, menguatkan putusan PN Medan tertanggal 20 Agustus 1997, yang menghukum OUB untuk membayar uang paksa senilai US$ 10.000 perhari secara tunai kepada penggugat, PT ABR.
Bahkan sebelumnya pihak PN Medan telah melakukan sita eksekusi terhadap dua Kantor UOB Buana tersebut karena mengabaikan putusan PK MA RI. Karena terus diabaikan, penggugat atau pemohon lelang PT ABR memohon lelang eksekusi ke PN Medan.
Menindaklanjuti permohonan lelang kliennya, Ketua PN Medan Panusunan Harahap meminta tim penilai publik independen dari Kantor Jasa Abdullah Priantoro, untuk menaksir harga kedua gedung UOB Buana Medan sebagai objek lelang.
Bermula Sejak 1996
Awal terjadinya perkara ini, kata Abdurrahman sejak tahun 1996 lalu. Awalnya UOB pada tahun bernama Overseas Union Bank (OUB) juga bank asal Singapura mensomasi PT ABR dengan tudingan tidak membayar hutang.
Sementara pihak ABR merasa tidak memiliki hutang, namun hutang itu atas nama pribadi salah seorang pegawainya. Akibatnya ABR menggugat OUB dengan tuduhan pencemaran nama baik.
Gugatan kliennya menang di PN Medan dengan menghukum pihak OUB agar menyatakan permintaan maaf dan dimuat di media cetak, jika tidak OUB harus membayar denda (dwangsom) pada ABR senilai US$10.000 perhari. Jika diperkirakan hingga saat ini, pihak OUB tidak membayar uang paksa sebesar Rp250 miliar.
Namun hal itu tidak dilakukan pihak OUB, hingga bank tersebut melakukan merger dengan UOB yang juga bank Singapura tahun 2001, sehingga kini menjadi UOB. "Walau demikian, dalam hukum merger menegaskan maka kewajiban OUB membayar denda pindah ke UOB, namun tetap diabaikan hingga kejadian ini (kemarin-red) muncul," sebut Abdurrahman.
Pantauan wartawan, buruh PT ABR yang bergerak di bidang kaca itu, saat demo dan konvoi kemarin selain membentangkan poster juga mengenakan jubah putih bertuliskan UOB sebagai bank Singapura yang dituding sebagai penipu kelas kakap. (dn)

comment 0 komentar:

Posting Komentar

Delete this element to display blogger navbar

 
© 2010 Koran Medan is proudly powered by Blogger