0 Antar Kader PDIP Medan Bentrok

 
 
Laporan Wartawan Tribun Medan/Irwansyah Putra Nasution

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Ribuan Kader PDIP yang mendatangi kantor DPC PDIP Medan, Kamis (3/3) di Jl Sekip Medan terlibat bentrok. Bentrokkan yang terjadi antar kader PDIP menuntut agar kepengurusan DPC Kota Medan dibekukan, dan juga hendak melakukan penyegelan terhadap Kantor DPC PDI Medan dengan kader yang pro dengan DPC. Bnetrokkan terjadi karena adanya lemparan dari dalam gedung.

Awalnya kader PDIP yang berada didalam kantor DPC PDIP melemparkan aqua ke arah kader yang berada diluar atau yang kontra dengan DPC PDIP Medan. Kader PDIP yang berada diluar tidak diam saja, mereka membalas lemparan tersebut dengan menggunakan batu. 

Kader PDIP yang berada diluar kantor DPC PDIP Medan hampir kehabisan kesabaran karena pengurus DPC belum juga menemui mereka. Sementara itu, petugas kepolisian yang berjaga berada ditengah kedua belah pihak kader PDIP yang bentrok masih terus berjaga dan melakukan pengamanan.

Editor : budi
Sumber : Tribun Medan

0 Lelang Kantor UOB Buana Medan Ditunda, Pemohon dan Peserta Lelang Kecewa

Medan, (Analisa)
Puluhan pegawai PT Abdi Bakti Rakyat berunjukrasa di depan gedung Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (3/3). Mereka datang bersama peserta lelang, sembari membawa spanduk berisi permintaan
pelaksanaan lelang terhadap dua Kantor United Overseas Bank (UOB) atau UOB Buana berpusat di Singapura, yang terletak di Jalan Palang Merah dan Tomang Elok, Medan.
Namun, proses lelang tersebut kemarin ditunda, pasalnya pihak Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Medan menolak proses pelelangan, disebabkan dalam surat perintah lelang dari PN Medan tidak dipastikan ukuran/luas objek lelang.
Akibat ditundanya proses lelang itu, pemohon yakni PT Abdi Bakti Rakyat (ABR) merasa sangat kecewa, begitu pula peserta lelang. Padahal dari pengakuan peserta lelang yang rata-rata warga keturunan Tionghoa itu, sudah menyetorkan uang jaminan lelang mulai ratusan hingga miliaran rupiah.
"Pastinya kita sangat kecewa, karena diumumkan hari ini (Kamis-red) lelangnya, tapi tidak jadi hanya karena ukuran objek lelang tidak pasti, di surat disebut "sekitar" atau "lebih kurang" sekian," tegas salah seorang peserta lelang yang tak mau disebutkan identitasnya.
Padahal kata mereka, masalah ukuran itu yang diklaim pihak KPKNL tidak bisa dilakukan lelang sebelum mengetahui ukuran pastinya, tidaklah masalah bagi mereka. "Ibarat lelang mobil, terkadang tak ada bannya, begitu pula dalam lelang ini. Jadi sebenarnya tidak masalah bagi kami," sebutnya lagi.
Kalaupun, ujar pria berkacamata ini, proses lelang ditunda karena luasnya disebutkan "sekitar", seharusnya sejak awal pihak KPKNL mengumumkan penundaan proses lelang ini. Dan meminta kepada pihak yang berwenang untuk melakukan pengukuran ulang pada objek lelang.
"Jadi jangan begini caranya, kami sudah sejak pagi menunggu namun nyatanya ditunda, waktu kami jadinya terbuang," ujar pria berpakaian batik ini sembari mengatakan ia telah menyetorkan uang jaminan senilai Rp1,375 miliar ke Bank Sumut.
Sementara, pihak pemohon lelang (PT ABR) didampingi kuasa hukumnya Abdurrahman SH mengatakan, ditundanya proses lelang karena ukuran/luas lahan dalam surat perintah lelang oleh PN Medan disebutkan "lebih kurang", sehingga pihak KPKLN mengklaim tidak bisa melakukan lelang, dipertanyakan pada pihak PN Medan.
Namun, pihak PN Medan melalui Humas, Jhonny Sitohang SH di ruang kerjanya mengatakan, sementara pihaknya akan meneliti kembali surat perintah lelang itu dan meminta kepada pemohon dan peserta lelang agar bersabar.
Putusan MA
Sebagaimana dikatakan Abdurrahman, dalam perkara ini pihak UOB Buana mengabaikan putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) RI No.93 PK/Pdt/2002 tanggal 2003 yang telah berkekuatan hukum tetap.
Dalam putusan PK MA RI itu, menguatkan putusan PN Medan tertanggal 20 Agustus 1997, yang menghukum OUB untuk membayar uang paksa senilai US$ 10.000 perhari secara tunai kepada penggugat, PT ABR.
Bahkan sebelumnya pihak PN Medan telah melakukan sita eksekusi terhadap dua Kantor UOB Buana tersebut karena mengabaikan putusan PK MA RI. Karena terus diabaikan, penggugat atau pemohon lelang PT ABR memohon lelang eksekusi ke PN Medan.
Menindaklanjuti permohonan lelang kliennya, Ketua PN Medan Panusunan Harahap meminta tim penilai publik independen dari Kantor Jasa Abdullah Priantoro, untuk menaksir harga kedua gedung UOB Buana Medan sebagai objek lelang.
Bermula Sejak 1996
Awal terjadinya perkara ini, kata Abdurrahman sejak tahun 1996 lalu. Awalnya UOB pada tahun bernama Overseas Union Bank (OUB) juga bank asal Singapura mensomasi PT ABR dengan tudingan tidak membayar hutang.
Sementara pihak ABR merasa tidak memiliki hutang, namun hutang itu atas nama pribadi salah seorang pegawainya. Akibatnya ABR menggugat OUB dengan tuduhan pencemaran nama baik.
Gugatan kliennya menang di PN Medan dengan menghukum pihak OUB agar menyatakan permintaan maaf dan dimuat di media cetak, jika tidak OUB harus membayar denda (dwangsom) pada ABR senilai US$10.000 perhari. Jika diperkirakan hingga saat ini, pihak OUB tidak membayar uang paksa sebesar Rp250 miliar.
Namun hal itu tidak dilakukan pihak OUB, hingga bank tersebut melakukan merger dengan UOB yang juga bank Singapura tahun 2001, sehingga kini menjadi UOB. "Walau demikian, dalam hukum merger menegaskan maka kewajiban OUB membayar denda pindah ke UOB, namun tetap diabaikan hingga kejadian ini (kemarin-red) muncul," sebut Abdurrahman.
Pantauan wartawan, buruh PT ABR yang bergerak di bidang kaca itu, saat demo dan konvoi kemarin selain membentangkan poster juga mengenakan jubah putih bertuliskan UOB sebagai bank Singapura yang dituding sebagai penipu kelas kakap. (dn)

0 Usut Kebakaran Pulo Brayan

SumutPos

MEDAN- Ratusan mahasiswa mengatasnamakan Himpunan Mahasiswa Alwashiyah (HIMMAH) Kota Medan menggelar aksi di Mapoldasu Jalan Sisingamangaraja Km 10,5, Medan, Kamis (3/3)n siang. Mereka menuntut Poldasu untuk mengusut penyebab kebakaran Pasar Pulo Brayan dan oknum yang melakukan pungutan liar terhadap para pedagang.
Dalam aksi tersebut, massa juga mendesak Wali Kota Medan untuk menertibkan pasar-pasar tradisional liar, sehingga terciptanya ketertiban di Pulo Brayan.
“Para pedagang dikutip Rp1.000 setiap harinya, tapi begitu terbakar, mana tanggung jawab yang mengutip itu?” ujar Mahadi Siregar, koordinator lapangan didampingi ketua umum PC HIMMAH Kota Medan Abdul Rahim Lubis.
Selama satu jam menyampaikan orasi, namun pihak Poldasu tak kunjung menanggapinya. Akibatnya, massa mulai kecewa dan menebarkan spanduk tuntutan mereka di halaman Poldasu. Melihat massa yang kecewa, pegawai Humas Poldasu Kompol B Manurung turun ke lokasi dan berjanji akan menyampaikan tuntutan pada pendemo tersebut.
“Seluruh tuntutan kalian akan segera kita lanjutkan untuk segera ditindak,” beber Kompol B Manurung, perwakilan dari Humas Poldasu. Setelah mendengarkan penjelasan tersebut, massa yang seluruhnya mahasiswa itu membubarkan diri.(mag-1)

0 Dua Petani Terkapar Dipukul Brimob


SALING DORONG: Personel Brimob bersenjata pentungan dan membawa tameng saling dorong dengan 
Kelompok Tani Desa Manunggal di pintu masuk lahan sengketa, kemarin (3/3).//novan hidayat/sumut pos

SumutPos 


Rekonstruksi Sengketa Lahan di Mabar Ricuh
MABAR-Suasana lahan sengketa di Desa Saentis, Kecamatan Percut Sei Tuan mendadak mencekam, Kamis (3/3) pagi. Dua unit truk, satu bus dan beberapa mobil mendekati lahan seluas 46,11 hektar yang menjadi sengketa antara Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Desa Manunggal dengan PTPN II dan PT KIM II.
Dari truk dan bus turun sekitar 30 anggota Brimob membawa pentungan dan tameng, juga sekitar 10 personil berseragam cokelat. Diantara polisi itu, terlihat Legiman (72), satu dari 70 anggota Gapoktan yang ditangkap dan ditahan Penyidik Polda, 13 Februari 2011 lalu.
Sekitar 20-an warga yang sebelumnya sudah bersiap di gerbang yang membatasi kawasan PT KIM II dan lahan sengketa yang masih digarap warga, ikut bersiap. Demikian juga puluhan warga yang berjaga di Posko Kelompok Tani Mabar, sekitar 100 meter dari gerbang.
Seorang penyidik Sat IV Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Polda Sumut diikuti polisi lain mendekati pagar. Polisi dan warga kemudian berdialog. Polisi minta pagar dibuka karena akan melakukan rekonstruksi lahan. Rekonstruksi dilakukan dalam rangka melengkapi berkas kasus penggunaan data dan surat palsu terkait kasus lahan tersebut dengan tersangka Lagiman.
Warga menolak dan mempertanyakan rekonstruksi lahan tersebut. Suasana makin tegang karena kedua pihak mempertahankan pendapat masing-masing.
”Tolong jangan hadapkan kami dengan permasalahan baru. Kami hanya sebagai penyidik yang menjalan tugas, kami melakukan rekontruksi,” ujar salah seorang dari Polda Sumut.
Perkataan tersebut ditanggapi oleh pihak Kelompok Tani. ”Kami tahu Bapak menjalankan tugas, namun lahan tersebut kan sudah kami menangkan jadi kenapa mesti dilakukan rekontruksi lagi,” ujar seorang anggota kelompok tani.
”Kami bukan teroris, kami bukan penjahat, kami menolak rekonstruksi tersebut,” teriak petani lain.
Suasana makin mencekam setelah beberapa anggota kelompok tani berteriak menuding polisi. ”Pada waktu eksekusi, ke mana pihak kepolisian tidak ada yang melakukan pengawalan. Sekarang pada waktu mau rekontruksi kok ramai sekali polisi yang turun,” ujarnya dan disambut rekan-rekannya.
Dialog gagal. Brimob bersenjata pentungan membawa tameng membentuk formasi untuk mendobrak gerbang. Tak kalah garang, petani bersiap mempertahankan ’kedaulatan’ mereka di gerbang tersebut.
”Woi, ke sini kalian…,” teriak seorang petani kepada rekannya di Pos Kelompok Tani Manunggal. Sejumlah pria dan beberapa wanita mendekat, ikut bertahan di gerbang.
Aksi saling dorong terjadi. Sekitar 30 anggota brimob adu kuat dengan sekitar 20 petani. Aksi saling dorong berlangsung hingg ahampir 10 menit. Oknum Brimob yang disiagakan mengamankan rekonstruksi, ditengarai memukul beberapa anggota kelompok tani. Akibatnya, Napon (46), Kaslan (54) terjerembab dengan kepala berdarah. Sedangkan Wati (37) terjatuh dan pingsan.
Saat itulah polisi mengambil momen dan berhasil mendobrak gerbang bertiang bambu dan berdinding tepas itu. Polisi akhirnya masuk ke lahan garapan. Petani hanya bisa melihat, tidak berani melawan. Sebagian dari mereka kemudian membawa Wati ke pos dan melarikan Napon dan Kaslan ke klinik terdekat untuk mendapatkan perawatan.
”Apa kalian tidak kasihan lihat kami, kami rakyat kecil dan tidak bersalah namun kalian mengambil tindakan dengan memukul teman-teman kami,” ujar salah seorang kelompok tani.
Polisi tidak menanggapi ucapan tersebut. Mereka kemudian membawa Legiman yang dikawal dua personel Brimob ke lahan sengketa untuk melakukan rekonstruksi lahan. Rekontruksi tersebut berjalan cepat. Pihak Polda Sumut hanya melakukan rekontruksi dengan menanyakan kepada Legiman atas kepemilikan tanah seluas 46,11 Ha tersebut.
Dari 70 nama anggota Tani Manunggal, Poldasu membacakan nama-nama yang tertera dalam surat yang diduga dipalsukan Legiman dan kawan-kawannya. Polisi kemudian bertanya kepada Legiman, apakah ia tahu lokasi lahan milik Asnan. Legiman menjawab tidak tahu. Pertanyaan tersebut kembali diulang. “Saya tidak tahu (lokasi) tanah-tanah (garapan 70 anggota Gapoktan) itu pasnya di mana karena sudah lama sekali. Saya lupa,” ujar Legiman.
Selanjutnya, setelah menanyakan kepemilikan tanah, Pihak Poldasu menanyakan batas-batas wilayah. ”Apakah Anda tahu batas sebelah selatan dan utara?” Tanya penyidik Polda. Legiman pun menjawab, ”Saya tidak tahu, saya lupa.”
Setelah rekontruksi selesai dilakukan, polisi meninggalkan lahan seluas 46,11 Ha tersebut. Saat Legiman hendak dibawa pihak Polda Sumut tiba-tiba ada seorang wanita sambil menangis langsung memeluk Legiman. ”Apa kabar Pak, sehat kan?” tanya wanita itu sambil menangis. ”Bapak baik-baik saja kok. Ntar lagi Bapak pulang, doakan saja ya,” ujar Legiman.
Kepada Sumut Pos yang menghampirinya, Legiman mengatakan bahwa selama ditahan di Mapolda Sumut, dia diperlakukan sewajarnya. ”Saya ditahan di ruangan penitipan. Saya tidak dipukuli,” ujarnya.
Selanjutnya, pihak kepolisian membawa Legiman pergi dengan mobil jenis Kijang meninggalkan lokasi rekontruksi.
Setelah polisi pergi, petani kembali berkumpul di Posko. Tampak pula Napon, Kaslan dan Wati di posko. Kepada wartawan, Napon mengatakan tidak bisa menerima perlakuan Brimob yang memukulnya. ”Kami di sini untuk mempertahankan lahan kami, malah dipukuli oleh petugas Brimob,” ujarnya sambil memperlihatkan luka di kepalanya.
Tetapi Napon masih ragu apakah dirinya akan membuat laporan terkait penganiayaan tersebut, atau membiarkan saja.
Seorang anggota Gapoktan lain, Senen (70) kembali menegaskan penolakan rekontruksi tersebut. ”Yang jelas kami sudah memenangkan lahan ini. Ngapain lagi harus direkontruksi,” ujarnya.
Senen menambahkan, saat rekontruksi tersebut pihak dari Pengadilan Negri Lubuk Pakam tidak hadir. ”Kemana pihak Pengadilan Negeri Lubuk Pakam pada saat rekontruksi berlangsung,” katanya.
Senen juga kecewa terhadap kinerja pihak kepolisian pada saat rekontruksi tersebut. ”Polisi tidak melakukan pengamanan, malah terjadi bentrok yang menimbulkan korban,” tandasnya.
Anggota kelompok tani tersebut merencanakan mendatangi Pengadilan Negeri Medan, untuk mengikuti persidangan Prapid Legiman melawan Kapolda Sumut, Jumat (4/3). ”Kami akan datang beramai-ramai ke pengadilan untuk memberi dukungan kepada Legiman dan mendengarkan keputusan pengadilan,” ujarnya Senen.
Ia berharap penegak hukum bisa mengambil sikap seadil-adilnya. ”Saya minta hakim dan jaksa memberikan keutusan yang tepat,” tandasnya.
Kuasa Hukum PT KIM II Risuddin Gultom SH yang terlihat hadir di lokasi mendukung proses rekonstruksi di lahan seluas 46,11 hektar tersebut. Saat rekonstruksi, Legiman tidak bisa menunjukkan batas lahan dan bagian-bagian mana saja yang menjadi lahan sengketa. ”Saya tidak bisa berkomentar lebih banyak. Kita serahkan saja semuanya ke penegak hukum dalam hal ini pihak kepolisian dan juga pengadilan,” ujarnya.
Ditemui terpisah Kapoda Sumut Irjen Pol Oegroseno membantah ada anggotanya yang melakukan pemukulan petani di lahan tersebut sebelum rekonstruksi. ”Saya yakin, aparat Brimob saya tidak seperti itu. Kalau memang ada harus segera dilaporkan. Kalau tidak, nantinya hanya isu saja,” katanya di sela-sela pertemuan dengan para rektor universitas se-Kota Medan di Hotel Grand Aston Internasional, kemarin.
Pria yang sebentar lagi menjadi Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan (Kalemdiklat) Polri tersebut meminta warga tersebut melapor ke Propam Polda. ”Jadi, kalau tidak ada laporan maka saya berani jamin itu hanya isu. Sekali lagi, kalau tidak ada laporan maka saya berani jamin itu hanya isu,” tutupnya.
Sementara itu, Kabid Humas Poldasu Kombes Pol Heri Subiansaori juga mengarahkan warga yang mengaku dipukul anggota Brimob sebelum rekonstruksi lahan untuk segera melapor. ”Bila terbukti akan dilakukan tindakan,” ujarnya usai bertemu dengan tamunya di Hotel JW Mariot.(mag-11/mag-1/ari)

Delete this element to display blogger navbar

 
© 2010 Koran Medan is proudly powered by Blogger